Diharamkan bagi seorang laki-laki menikahi wanita yang keduanya pernah menyusu pada satu ibu susu.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأمَّهَاتُكُمُ اللاَتِي أرْضَعْنَكُم وَأخَوَاتُكُم مِنَ الرَضَاعَةِ
“(Dan diharamkan atas kamu menikahi) ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara perempuanmu sepersusuan.” (QS. An-Nisa’ ayat 23).
Dan Nabi ﷺ bersabda,
الرضاعة تحرم ما تحرم الولادة
“Penyusuan mengharamkan (pernikahan) seperti apa yang diharamkan oleh (sebab) kelahiran.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Dengan ini bisa dipahami, pengharaman menikahi seorang wanita karena penyusuan sama seperti diharamkannya menikahi seorang wanita disebabkan oleh pertalian nasab/garis keturunan, yaitu dengan menjadikan status wanita yang menyusui sama seperti seorang ibu.
Wanita-wanita yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki yang disebabkan oleh penyusuan tersebut adalah sebagai berikut,
1. Wanita yang menyusui dan ibunya. (karena mereka berstatus sebagai ibunya dan neneknya)
2. Anak-anak perempuan dari ibu susu, baik yang dilahirkan sebelum kelahirannya atau sesudahnya. (karena mereka adalah saudarinya)
3. Saudara perempuan ibu susu. (karena ia adalah bibinya dari pihak ibu susunya)
4. Anak perempuan dari anak perempuan dan anak laki-laki ibu susunya. (karena mereka adalah anak saudari dan saudaranya)
5. Ibu dari suami ibu susu yang air susunya datang darinya disebabkan kehamilan yang terjadi darinya. (karena wanita itu adalah neneknya)
6. Saudara perempuan suami ibu susu. (karena ia adalah bibinya dari pihak ayah susu)
7. Anak perempuan dari suami ibu susu, walaupun dari istri lainnya. (karena ia adalah saudarinya dari pihak ayah susunya)
8. Istri lain dari bapak susunya. (karena mereka adalah istri ayahnya)
9. Istri anak susu haram dinikahi oleh suami ibu susunya. (karena ia adalah istri anaknya).
Sebab pengharaman ini adalah air susu yang keluar dari seorang ibu karena kehamilan dari suaminya. Jika bayi tumbuh dari air susu itu, maka dia menjadi bagian dari kedua pasangan suami istri tersebut.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi ﷺ menyuruhnya untuk mengizinkan masuk Aflah, saudara Abul Qu’ais yang merupakan paman susu Aisyah. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ditanya tentang seorang laki-laki yang memiliki dua istri, salah satunya menyusui seorang anak laki-laki, dan yang lainnya menyusui anak perempuan. Ditanyakan padanya, “Apakah boleh anak laki-laki itu menikahi anak perempuan tersebut?” Ia menjawab, “Tidak boleh, (karena) benihnya satu.” (Riwayat Malik, At-Tirmidzi dan lain-lain dengan sanad yang shahih sampai ke Ibnu Abbas).
Maksud perkataan Ibnu Abbas, bahwa air susu yang keluar dari kedua wanita tersebut disebabkan oleh kehamilan yang berasal dari satu orang.
Jika bayi yang menyusu adalah anak perempuan, maka dia haram dinikahi oleh suami dari ibu yang menyusuinya (karena ia adalah ayahnya), saudara dari ibu susunya (karena ia adalah pamannya), bapak dari ayah dan ibu susunya (karena ia adalah kakeknya), dan seterusnya.
Hukum pengharaman ini hanya berlaku bagi si bayi yang menyusu, dan tidak berkonsekuensi pada seorang pun dari kerabatnya. Karenanya, saudari sesusuannya bukanlah saudari untuk saudara kandungnya yang lain. Kaedahnya dalam masalah ini : “semua orang yang berkumpul pada satu air susu, maka mereka semua menjadi bersaudara”.
Maka, misalkan, saudara kandung anak susu itu yang tidak ikut menyusu bersama mereka, dia boleh menikahi anak perempuan ibu susu saudaranya, karena wanita itu seorang ajnabî (bukan mahram) walaupun dia adalah saudara sesusuan bagi saudara kandungnya.
Wallahu a’lam.
(Sumber : Shahîh Fiqh as-Sunnah)
0 tanggapan:
Posting Komentar