Rasulullah ﷺ diutus pada umur 40 tahun. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Dan riwayat yang shahih menyebutkan bahwa wahyu pertama turun kepadanya pada hari Senin. (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Pendapat yang masyhur mengatakan bahwa wahyu pertama itu bermula di bulan Ramadhan.
Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha meriwayatkan kepada kita bagaimana peristiwa turunnya wahyu tersebut kepada Rasulullah ﷺ. Aisyah berkata :
Permulaan turunnya wahyu kepada Rasulullah ﷺ berupa mimpi yang baik saat tidur. Beliau tidak melihat mimpi kecuali
mimpi itu datang seperti cahaya pagi. Kemudian dijadikan rasa senang
(dalam dirinya untuk) menyendiri dan beliau memilih tempat di gua Hira’,
beribadah padanya pada beberapa bilangan malam sebelum akhirnya kembali
ke keluarganya untuk pergi membawa bekal. Kemudian beliau kembali lagi
kepada Khadijah dan mengambil bekal yang sepertinya. Hingga tiba-tiba
beliau didatangi oleh al-haq (wahyu) ketika beliau sedang berada di gua
Hira’. Beliau didatangi oleh satu malaikat dan malaikat itu berkata,
“Bacalah!”
Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca!”
Beliau
berkata : “Aku pun direngkuhnya dan ia memelukku sampai aku kepayahan
dan akhirnya ia lepaskan. Ia berkata lagi : Bacalah! Aku berkata : Aku
tidak bisa membaca. Maka ia pun kembali merengkuh diriku, memelukku
kedua kalinya sampai aku kepayahan dan kembali dilepaskan. Ia berkata
lagi : Bacalah! Aku berkata : Aku tidak bisa membaca. Ia pun kembali
merengkuh diriku, memelukku ketiga kalinya dan dilepaskan. Ia berkata :
اقْرَاْ بِاسْمِ رَبّكَ الَذِيْ خَلَقَ، خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ
Bacalah dengan nama Rabb-mu yang menciptakan. Yang manusia dari segumpal darah beku. Bacalah! dan Rabb-mulah yang maha pengasih.”
Rasulullah ﷺ pulang dengan ayat-ayat tersebut dan hatinya bergetar. Ia masuk kepada
Khadijah bintu Khuwailid dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!” dan
mereka pun menyelimutinya sampai rasa takutnya hilang. Beliau lalu
berkata kepada Khadijah dan menceritakan kejadian yang dialaminya,
“Sungguh, aku sangat khawatir terhadap diriku.”
Khadijah
berkata, “Sekali-kali tidak, Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu
untuk selama-lamanya. Engkau biasa menjalin silaturrahim, menanggung
kesulitan, membantu orang yang susah, memuliakan tamu, dan membantu
dalam membela kebenaran.”
Maka pergilah Khadijah membawa Rasulullah ﷺ menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdil Uzza, anak paman Khadijah
yang telah memeluk Nasrani pada masa Jahiliyah. Dia pandai menulis
bahasa Ibrani, dan menerjemahkan dari Injil yang berbahasa Ibrani apa
yang Allah kehendaki untuk ditulisnya. Dia seorang yang sudah tua dan
buta. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai anak pamanku! Dengarkanlah
kisah dari anak saudaramu ini!” Berkata Waraqah kepadanya, “Wahai anak
saudaraku, apa yang telah engkau lihat?”
Maka Rasulullah ﷺ menceritakan semua kejadian yang telah ia lihat.
Waraqah berkata, “Itu adalah Nâmûs
(pemilik rahasia, Jibril) yang telah Allah turunkan kepada Musa. Andai
saja aku masih muda dan kuat pada saat itu, atau aku masih hidup ketika
engkau diusir oleh kaummu kelak…”
Berkata Rasulullah ﷺ, “Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah
menjawab, “Tidaklah seseorang datang dengan seperti apa yang engkau bawa
melainkan ia pasti akan diusir. Seandainya saja aku bisa menjumpai
harimu itu, pasti aku akan membelamu dengan sekuat tenaga.”
Kemudian, tidak berapa lama setelah itu, Waraqah pun meninggal dan wahyu terputus. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dalam Kitâb Bad’ al Wahy, dan Muslim dalam Kitâb al Îmân).
Hadits ini menjelaskan bahwa Iqra' adalah yang pertama turun dari al-Quran dan Rasul ﷺ dikejutkan oleh wahyu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya sehingga situasi itu membuatnya takut.
Hadits ini juga menjelaskan tentang sikap dan keteguhan Khadijah radhiyallahu 'anha dalam menenangkan suaminya dan membantunya untuk mengetahui hakikat sebenarnya dari kejadian tersebut.
Demikian juga dijelaskan tentang pengetahuan Waraqah bin Naufal mengenai para nabi dan nasehatnya tentang bahaya yang akan menyertai Rasul ﷺ. Akan tetapi Waraqah meninggal sebelum turunnya wahyu secara beruntun setelah peristiwa itu dan untuk beberapa waktu wahyu terputus.
Tidak diketahui dengan pasti berapa lama wahyu itu terputus setelah peristiwa di gua Hira', tapi yang nampak hal itu tidak berlangsung lama.
Ketika jiwa Rasul ﷺ telah tenang dan siap untuk menerima wahyu, maka turunlah wahyu secara beruntun. Dan yang pertama turun setelah Iqra adalah lima ayat pertama dalam permulaan surat al-Mudatstsir.
Rasulullah ﷺ mendapatkan kesulitan setiap kali wahyu turun kepadanya. Dahinya berpeluh bahkan di hari yang sangat dingin sekalipun, wajahnya berubah dan tubuhnya menjadi berat.
Zaid bin Tsabit menceritakan kisahnya, “Diturunkan wahyu kepada Rasulullah ﷺ sementara paha beliau berada diatas pahaku, maka paha itu menjadi berat hingga aku khawatir pahaku akan hancur.” (HR. Al-Bukhary).
Rasulullah ﷺ pernah ditanya : Bagaimana wahyu itu mendatangimu? Beliau menjawab, “Terkadang wahyu itu datang dalam bentuk gemerincing lonceng, dan itulah yang paling berat untukku. Tiba-tiba dia terlepas dariku dan aku telah memahami darinya apa yang ia ucapkan. Dan terkadang malaikat datang kepadaku dalam wujud seorang laki-laki, ia berbicara kepadaku dan aku memahami apa yang ia ucapkan.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Wahyu turun kepada Rasulullah ﷺ selama 23 tahun; tiga belas tahun di Makkah menurut pendapat yang masyhur dan sepuluh tahun di Madinah menurut kesepakatan para ulama.
Wallahu a'lam.
0 tanggapan:
Posting Komentar