Banyak orang mengira bahwa kekayaan hanyalah dinilai dengan banyaknya
harta, dan orang yang tidak memiliki harta bukanlah orang yang kaya.
Akan tetapi Rasul ﷺ telah menjelaskan makna dari kekayaan yang hakiki itu dengan sabdanya,
ليس الغنى عن كثرة العرض، ولكن الغنى غنى النفس
“Bukanlah kekayaan dengan banyaknya perbendaharaan, akan tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa.” (hadits muttafaq ‘alaih)
Berapa banyak orang yang memiliki uang dan kekayaan, namun dia sebenarnya hidup dalam “kefakiran” yang hakiki. Anda akan dapatkan orang tersebut senantiasa dalam kegundahan, selalu bekerja untuk menambah hartanya karena takut kemiskinan, kikir terhadap kebaikan agar tidak berkurang harta yang dimilikinya, bahkan mungkin terkadang memutuskan jalinan kekerabatan karena sebab-sebab tersebut.
Dia selalu memandang bahwa dia berada dalam kekurangan dan akan senantiasa menuntut tambahan. Orang yang seperti ini tidak akan pernah damai karena dunia telah bercokol dalam hatinya.
Berkata Khubaib bin ‘Adi radhiyallahu ‘anhu : Kami berada dalam sebuah majelis, kemudian datanglah Nabi ﷺ dan di kepalanya ada bekas air (basah). Sebagian kami berkata : “Kami melihat jiwamu bahagia pada hari ini.” Beliau menjawab : “Tentu saja, alhamdulillah.” Kemudian orang-orang pun mulai berbicara tentang kekayaan. Rasulullah ﷺ pun bersabda,
لا بأس بالغنى لمن اتقى ، والصحة لمن اتقى خير من الغنى ، وطيب النفس من النعيم
“Tidak mengapa dengan kekayaan bagi orang yang bertakwa, kesehatan bagi orang yang bertakwa lebih baik daripada kekayaan, dan jiwa yang damai termasuk kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah)
0 tanggapan:
Posting Komentar