Definisi an-Naskh
Menurut bahasa, an-naskh memiliki makna “menghilangkan” atau “menyalin/memindahkan”.
Menurut istilah, an-naskh adalah mengangkat/menghilangkan hukum syari’at yang terdahulu dengan sebuah hukum syari’at yang datang belakangan.
Mengenal
nâsikh dan mansûkh dalam hadits termasuk pengetahuan yang sangat penting
dan rumit. Imam az-Zuhri rahimahullahu pernah mengatakan : “Yang paling menyulitkan
dan menyusahkan bagi para fuqaha’ adalah mengetahui nasikh sebuah hadits
dari yang mansukhnya.”
Dengan apa diketahui hadits nasikh dari yang mansukh?
Perkara ini bisa diketahui dengan beberapa hal berikut ini :
1. Dengan penjelasan langsung dari Rasulullah ﷺ. Seperti hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim,
كنت نهيتكم عن زيارة القبور، فزوروها فإنها تذكر الآخرة
“Dahulu
aku melarang kamu menziarahi kubur, maka sekarang ziarahilah kubur
karena sungguh hal itu akan mengingatkan kepada akhirat.”
2. Dengan perkataan seorang shahabat. Seperti perkataan Jabir radhiyallahu ‘anhu,
كان آخر الأمرين من رسول الله صلى الله عليه وسلم ترك الوضوء مما مسّت النار
“Yang terakhir dari dua perkara dari (sunnah) Rasulullah ﷺ adalah tidak berwudhu dari sesuatu yang disentuh api (dimasak).” (HR. Abu Dawud dan lain-lain)
3. Dengan mengetahui masa/waktu kejadian. Seperti hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu secara marfu’,
أفطر الحاجم والمحجوم
“Telah berbuka orang yang membekam dan yang dibekam.” (HR. Abu Dawud).
Hadits ini dinasakh dengan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,
أن النبي صلى الله عليه وسلم احتجم وهو محرم، واحتجم وهو صائم
“Bahwa Nabi ﷺ berbekam sementara beliau dalam keadaan berihram, dan berbekam dalam keadaan puasa.” (HR. Al-Bukhary)
Disebutkan
pada sebagian jalan periwayatan bahwa hadits Syaddad terjadi pada masa
penaklukan Makkah, sementara Ibnu Abbas menemani Rasulullah ﷺ pada haji Wada’.
4. Dengan petunjuk ijma’ (dalâlah al ijmâ’). Seperti hadits,
من شرب الخمر فاجلدوه، فإن عاد فى الرابعة فاقتلوه
“Siapa yang meminum arak, cambuklah dia. Jika dia mengulanginya yang keempat kali, bunuhlah!” (HR. Abu Dawud).
Berkata an-Nawawi rahimahullahu, “Ijma’ telah menunjukkan bahwa hadits itu telah dinasakh.”
Ijma’ tidak bisa menasakh, dan tidak dinasakh. Akan tetapi menunjukkan kepada nasakh (yadullu 'alâ nâsikh).
(Taysîr Mushthalah al Hadîts)
0 tanggapan:
Posting Komentar