Yaitu
wanita-wanita yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki karena
terjadinya ikatan pernikahan yang berkait dengan dirinya, ayahnya atau anaknya. Status pengharaman ini berlaku untuk
selamanya. Dan wanita-wanita tersebut ada empat golongan;
1. Istri Ayah
Para ulama
berijma’ bahwa wanita yang telah dinikahi oleh ayah dalam sebuah akad
pernikahan, walaupun belum digauli, maka wanita itu tidak halal untuk
anaknya untuk selamanya. Demikian juga dengan istri anak, diharamkan
atas ayahnya menikahinya untuk selamanya, walaupun belum digauli.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
ia berkata : Dahulu orang-orang Jahiliyah mengharamkan apa yang
diharamkan (dalam pernikahan) kecuali istri ayah dan mengumpulkan antara
dua bersaudari. Maka Allah ‘azza wa jalla menurunkan,
وَلاَ تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ آباؤُكُم مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.”
Dan (firmanNya),
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ
“Dan (diharamkan atas kamu) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara.” (QS. An-Nisa ayat 23, diriwayatkan oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya dengan sanad yang shahih).
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma
ia berkata : Saya menemui paman saya dan bersamanya ada bendera
(perang). Aku bertanya, “Kemana engkau pergi?” Ia menjawab, “Aku diutus
oleh Rasulullah ﷺ kepada seorang laki-laki yang menikahi istri ayahnya,
dan beliau memerintahkan aku untuk membunuhnya dan merampas hartanya.”
(HR. Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
2. Ibu dari Istri
Ibu dari
istri haram atas laki-laki tersebut hanya dengan sekedar akad nikah,
walaupun istri itu belum digauli. Demikian pendapat jumhur ulama.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُم
“Dan (diharamkan atas kamu) ibu-ibu istrimu (mertua).” (QS. An-Nisa’ ayat 23).
Masuk dalam kategori ini adalah ibu dari ibu istrinya dan ibu dari ayah istrinya.
3. Anak Perempuan Istri
Disyaratkan
dalam pengharaman anak perempuan istri ini adalah jika ibunya telah
digauli. Adapun jika telah terjadi akad dan belum digauli, anak tersebut
halal untuk dinikahi jika telah terjadi perceraian.
Allah Ta’ala berfirman,
وَرَبَائِبُكُمُ
اللَّاتِي فِى حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ
“Dan (diharamkan atas kamu) anak-anak perempuan istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri. Tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya.” (QS. An-Nisa’ ayat 23).
Masuk dalam pembahasan ini adalah anak perempuan dari anak-anak istri, baik dari anak yang laki-lakinya maupun perempuan.
4. Istri Anak Kandung
Tidak dihalalkan bagi seorang laki-laki menikahi istri anak kandungnya walaupun hanya dengan sekedar terjadinya akad pernikahan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
“Dan (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu).” (QS. An-Nisa’ ayat 23).
Masuk dalam pembahasan ayat tersebut adalah istri dari anak susu, karena Nabi ﷺ bersabda,
يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب
“Diharamkan dari persusuan seperti apa yang diharamkan dari nasab.” (HR. Al-Bukhary).
Untuk
memudahkan permasalahan ini kaedahnya adalah : “Semua kerabat wanita
yang terjalin dari pernikahan halal bagi si laki-laki kecuali empat;
istri ayahnya, ibu istrinya, anak perempuan dari istri yang telah
digaulinya dan istri anak kandungnya”.
Faedah :
Istri ayah
dan istri anak, anak-anak perempuan mereka berdua (anak dari suami yang
lain, bukan anak kandungnya) tidak diharamkan bagi seorang laki-laki.
Karenanya, boleh baginya menikahi putri dari istri ayahnya, sebagaimana
boleh bagi seorang laki-laki menikahi putri dari istri anaknya. Dan
perkara ini adalah kesepakatan para ulama.
Wallahu a’lam.
(Sumber : Shahîh Fiqh as-Sunnah)
0 tanggapan:
Posting Komentar