22 Agustus 2012
Puasa Enam Hari di Bulan Syawwal
Bagi kaum muslimin yang baru saja berpuasa sebulan di bulan Ramadhan, disunnahkan untuk berpuasa enam hari di bulan
Syawwal selepas puasa Ramadhan dan tidak disyaratkan untuk dilakukan secara
berurutan selama enam hari. Puasa ini disunnahkan karena pahalanya dengan puasa
Ramadhan sama seperti puasa sepanjang tahun.
Diriwayatkan dari Abu Ayyub al Anshari radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
من صام رمضان ثم أتبعه ستًا من شوال كان كصيام
الدهر
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dan
diikuti dengan (puasa) enam hari di bulan Syawwal, maka itu seperti shiyaam ad
dahr (puasa sepanjang tahun)”. [HR. Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasa’i dalam al Kubra dan
Ibnu Majah]
Yang demikian karena setiap kebaikan bernilai
sepuluh kali lipatnya. Puasa Ramadhan (30 hari) setara dengan sepuluh bulan
(300 hari) dan puasa enam hari Syawwal setara dengan dua bulan (60 hari, yang totalnya
360 hari penanggalan bulan).
Dalam hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
من صام رمضان فشهر بعشرة أشهرٍ وصيام ستةِ أيامٍ
بعد الفطر فذلك تمام صيام السنة
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan -sebulan
setara dengan sepuluh bulan-, dan berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka
itu adalah puasa selama setahun penuh”. [HR. Ahmad, an Nasa’i dalam al
Kubra dan Ibnu Majah]
*****
Orang yang Belum
Mengqadha’ Puasa Ramadhan, Apakah Boleh baginya Berpuasa Enam Hari Syawwal?
Yang nampak dari hadits Abu Ayyub yang
disebutkan diatas, keutamaan pahala puasa setahun penuh syaratnya adalah puasa
Ramadhan dan diikuti dengan enam hari dari bulan Syawwal. Karena itu tidak
boleh mendahulukan puasa yang enam hari tersebut atas qadha’ puasa Ramadhan.
Demikian yang disebutkan oleh Yang Mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
rahimahullahu dalam kitab Syarhul Mumti’ (VI/ 448).
Kecuali kalau kita katakan bahwa sabda beliau :
“Kemudian diikuti dengan puasa enam hari” adalah penyebutan secara umum,
maka saat itu boleh berpuasa enam hari di bulan Syawwal sebelum mengqadha’
puasa Ramadhan terutama bagi orang yang sulit untuk berpuasa enam hari Syawwal
jika dia mendahulukan qadha’ Ramadhan. Pendapat ini memiliki kemungkinan dalam
makna hadits Tsauban yang disebutkan secara mutlak, wallahu a’lam.
(Sumber : Shahih Fiqh as Sunnah)
21 Agustus 2012
Menata Jiwa, Membangun Pribadi Menuju Kejayaan Umat
Khutbah Idul Fitri Wahdah Islamiyah 1433 H
Allahu
akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha
Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…
Hari ini kita
kembali berkumpul, di tempat ini, di atas sepenggal bumi milik AllahAzza
Wajalla yang cucuran rahmatNya tak berhenti menyapa kita.
Segenap
jiwa kitapun menyatu, dalam satu harapan menggapai RidhaNya. Seraya lisan-lisan
kita serempak melantunkan takbir, tahlil dan tahmid. Yang
suaranya membahana menggetarkan jiwa, membelai alam semesta, menambah keindahan
dan keselarasannya.
Sebulan
lamanya kita menempa diri dengan ibadah, semoga kiranya semua ibadah itu
diterima olehNya Allah Tabaraka wa Ta’ala, amin,amin ya Rabbal alamin,…
Kaum
Muslimin rahimakumullah…
Hari ini,
saat kita bergembira dalam suasana hari raya, kitapun tetap sadar bahwa
sesungguhnya kaum muslimin menghadapi demikian banyak problema, hampir di
setiap sudut kehidupan. Penjajahan
dan kezaliman dengan pongahnya masih saja menerkam kaum muslimin di berbagai
penjuru dunia. Palestina, Suriah dan Arakan Burma menjadi saksi nyata
memilukan hati.
Kemiskinan
dan tekanan ekonomi masih saja menerpa saudara-saudara kita di berbagai negeri,
sementara konflik seakan tak berhenti berkecamuk, menambah runyamnya
keadaan. Ancaman pemurtadan
dan maraknya aliran-aliran sesat juga semakin mengancam dan mengkhawatirkan.
Dan yang
paling miris adalah semakin jauhnya umat ini dari tuntunan agamanya,
maka jadilah kebenaran sebagai barang langka, amanah tersia-siakan, kemaksiatan
merajalela, yang haq dipandang batil dan kebatilan dipandang sebagai
yang haq…Wallahul Musta’an.
Dihadapan
berbagai permasalahan ini, di tengah berbagai problema ini, jiwa-jiwa beriman,
jiwa-jiwa perindu Surga tak pernah putus harapan, karena mereka yakin bahwa
malam pekat yang mencekam takkan selamanya mengurung kehidupan, akan ada sinar
mentari pagi yang datang menerangi:
تُولِجُ اللَّيْلَ فِي الْنَّهَارِ وَتُولِجُ
النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الميت وَتُخْرِجُ الميت
من الْحَيَّ
“Engkaulah
yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam, dan
Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup…” (QS. Ali Imran: 27)
Kaum
Muslimin a’azzakumullah..
Semoga
Allah mengokohkan kita semua,…
Jiwa-jiwa
perindu surga tak pernah putus harapan, karena mereka yakin bahwa sebesar dan
sebanyak apapun permasalahan dan problema yang datang mendera, selalu ada jalan
insya Allah.
Sebanyak
dan sedalam apa kita menanam iman, maka akan semakin banyak kita menuai
harapan. Karena iman dan taqwa adalah bahan bakar utama bagi seorang insan
dalam mengarungi kehidupan dengan berbagai derita dan problemanya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“Dan
barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Ia akan memberikan baginya jalan
keluar…” (QS. Al-Thalaq: 2)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan
barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Dia akan bagi urusannya
kemudahan..” (QS. Al-Thalaq: 4)
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya
bersama dengan kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Syarh: 6)
Allahu
akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha
Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…
Kaum
muslimin yang disayangi Allah...
Yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah dari mana kita mulai menapaki jalan harapan itu?
Kita tak perlu lama menunggu jawabannya. Rasul kita yang tercintashallallahu
alaihi wasallam, memberi kita jawabannya dengan sangat jitu:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ
“Mulailah
dari dirimu sendiri!” (HR. Muslim)
Ya, jalan
itu dimulai di sini, dari dalam diri ini.
Setiap diri
telah tiba saatnya untuk menengok lebih dalam pada jiwanya, menelaah
lebih teliti rongga hatinya, melihat dan membasuh semua luka yang ada di situ,
menghapus semua noda hitam yang melekat, hingga hilang dari qalbu semua
torehan dosa yang kelabu.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ
اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab
atas mereka kemudian berlalu masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras, dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (
QS. Al-Hadid: 16)
Kaum
beriman yang dirahmati Allah,
Wahai
para pengibar Panji Laa ilaha illallah...
Memperbaiki
diri dan menata jiwa adalah bermakna bahwa kita harus memulainya
dari aqidah, dari pondasi paling asasi dari bangunan keIslaman kita,
yang menentukan baik tidaknya amalan kita selanjutnya, bahkan diterima atau
tidaknya semua amalan kita.
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Jika
engkau melakukan kesyirikan, maka sungguh akan batal amalan-amalanmu, dan
engkau di akhirat termasuk orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar : 65)
Kewaspadaan
dari perkara-perkara yang merusak aqidah seharusnya menjadi sesuatu
yang melekat pada diri kita, bukankah seorang Khalilullah,
kekasih Allah, Ibrahimalaihissalam sendiri pernah berdoa yang
doanya diabadikan dalam Al-Qur’an:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“…Dan
jauhkanlah kami dan anak keturunanku dari penyembahan terhadap
berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Jika
seorang Ibrahim alaihissalam sedemikian waspadanya menjaga
aqidah, maka sudah sepatutnya kita yang demikian banyak kelalaian ini- yang
mencoba menata dan memperbaiki diri- menapak tilasi jejak beliau alaihissalam,
dengan menjadikan aqidah sebagai titik tolak semua kebaikan itu.
Kaum
Mukminin a’azzakumullah
Wahai
para hamba-hamba Allah yang semoga dikasihiNya...
Memperbaki
dan menata kembali diri ini adalah usaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki segala
bentuk ibadah kita kepada Allah Ta’ala, karena untuk itulah kita diciptakan :
وَمَا خَلقْتُ الجِنَّ وَالإنْسَ إِلَا ليَعبُدُوْنِ
“Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku.” (QS:
Al-Dzariyat: 56)
Seorang
mukmin sejati adalah seorang yang ‘aabid (ahli ibadah), segala
gerak geriknya adalah ibadah. Ia menjaga ibadah-ibadah mahdhah yang telah
ditentukan Allah yang kemudian dengan dengan taufiq Allah Ta’ala pengaruh
dan dampak dari ibadah itu membersitkan berkas-berkas cahaya dalam
kepribadiannya.
Rasul
kita yang mulia shallallahu alaihi wasallam pernah
meriwayatkan dari Rabb-nya satu hadits qudsi, di mana Allah berfirman:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا
افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ
حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ
وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ
الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي
لَأُعِيذَنَّهُ
“Dan
tidak ada perkara yang lebih Aku cintai dari hambaKu yang mendekatkan diri
kepadaKu melainkan dengan perkara-perkara yang telah Aku wajibkan atasnya, dan
senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perkara-perkara sunnah sehingga Aku mencintainya, maka bila Aku telah
mencintainya maka Aku sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya, Aku
menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya, Aku menjadi tangan
yang ia menyentuh dengannya, Aku sebagai kakinya yang ia
berjalan dengannya, jika ia memohon padaKu sesuatu, sungguh akan Kuberikan, dan
jika ia meminta perlindungan dariKu, sungguh akan kuberikan perlindungan itu.”
(HR. Al-Bukhari)
Alangkah
indah dan luar biasanya atsar atau pengaruh ibadah yang kontinyu dan konsisten
itu, bermula dari yang wajib kemudian disempurnakan dan dilengkapi dengan
yang sunnat atau nawafil, hingga hal itu
mengundang cinta Ilahi yang demikian agung. Akhirnya sang hamba akan terpenuhi
hatinya dengan pengagungan kepada Allah, jadilah ia menggunakan semua
pendengaran, penglihatan, tangan, kaki dan semua yang ada pada dirinya hanya
untuk kegiatan yang sesuai dengan keridhaan Allah. Ada bimbingan ilahiuntuk
seluruh gerak-geriknya, dan itu semua adalah karunia Allah yang diberikannya
kepada para ahli ibadah dari hamba-hambaNya.
Allahu
akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha
Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…
Kaum
muslilmin Rahimaniyallah wa iyyakum...
Memperbaki
dan menata kembali diri ini adalah usaha sungguh-sungguh untuk semakin
memperindah akhlak kita, mengharumkan kepribadian kita dengan akhlakul karimah,
hingga pribadi muslim sejati akan semakin semerbak baunya, menyenangkan dan
menentramkan orang-orang yang berada di sekelilingnya, bukankah Nabi kita
tercintaShallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ
الْأَخْلَاقِ
“Hanyalah
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad
dan Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)
Suatu
ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh
seorang sahabat beliau: perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan manusia
ke dalam surga? Maka beliau pun menjawab:
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“…Taqwa
kepada Allah dan akhlak yan baik.” (HR. At-Tirmidzy)
Menjadi
seorang yang dianugerahi iman dan komitmen untuk memperjuangkan iman, adalah
karunia terbesar kepada seorang hamba yang wajib untuk disyukuri dan
dipertahankan, dan salah satu sisi iman yang perlu terus diasah dan dipertajam
adalah masalah akhlak ini.
Seorang multazim (yang
berkonsisten terhadap agamanya) adalah orang yang paling berpeluang untuk
menjadi manusia-manusia yang terbaik akhlaknya. Sikap ar-Rifq (lemah
lembut) harus senantiasa menghiasi kepribadian seorang insan multazim.
Bukankah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mulia telah menghadiahkan salah satu mutiara perkataannya:
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ
مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya
kelemahlembutan itu tidaklah ia berada pada sesuatu kecuali ia akan membuatnya
semakin indah, dan tidaklah ia tercabut dari sesuatu kecuali ia akan membuatnya
semakin buruk.” (HR. Muslim)
Perilaku
keras yang menjurus kasar dalam ucapan dan tindakan akan membuat manusia
menjauh dan enggan mendekati cahaya iman yang sesungguhnya ada pada anda.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka
dengan Rahmat dari Allah engkau pun bersikap lembut pada mereka. Dan andai saja
engkau bersikap kasar dan keras hati, pasti mereka akan pergi dari sekitarmu.”
(QS.Ali Imran: 159)
Iman yang
mendalam, akan tercermin dari perilaku yang mulia terhadap sesama manusia.
Kaum
muslimin yang dimuliakan Allah...
Upaya
perbaikan diri, bukanlah sikap melarikan diri dari kenyataan dan meninggalkan
gelanggang dakwah dan upaya ishlahul ummah (perbaikan ummat).
Namun kedua hal ini harus berjalan simultan. Setiap pribadi harus selalu
perduli dengan dirinya dan terus memperbaikinya. Semakin baik pribadinya, maka
satu dari komponen umat menjadi semakin baik.
Sekali
lagi contoh teladan Nabi kita yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam seharusnya
menjadi parameter kita, dimana beliau adalah seorang paling bersih hatinya,
paling dekat dengan Rabbnya, sekaligus paling peduli dengan umatnya.
Upaya
perbaikan diri ini akan menjalar dengan indah ketika setiap pribadi muslim
melakukannya dengan konsisten, dimana setiap pribadi akan membentuk atau
menjadi bagian dari satu keluarga muslim yang akan saling menggandeng dengan
keluarga muslim lainnya membangun sebuah masyarakat Islam yang kuat.
Allahu
akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha
Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…
Kaum Muwahhidin
a’azzakumullah...
Semua
asas dan dasar perbaikan itu adalah sekali lagi bermula dari Tauhid. Tauhid
yang murni akan melahirkan kebersihan hati, kemuliaan akhlak dan kejayaan di
dunia ini.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh di antara kalian,
sungguh Allah akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar
mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukanKu dengan sesuatu
pun.”(QS. An Nur: 55)
Kunci
perbaikan diri dan kejayaan umat ini adalah tauhid yang murni hanya kepada
Allah, menjauhkan diri dan membersihkan hati dari semua bibit kesyirikan
termasuk diantaranya syirik kecil yang sesungguhnya adalah dosa besar.
Allahu
Akbar, walillahil hamd...
Kemudian
setelah itu jamaah yang mulia, bangunan pribadi mukmin harus ditegakkan
tiangnya dan tiang itu adalah SHALAT... Perbaikan
diri adalah shalat. Ya…shalat yang banyak dilalaikan oleh banyak
orang yang mengaku muslim.
Bukankah shalat
mencegah dari yang mungkar? Bukankah shalat adalah penguat jiwa? Bukankah
shalat adalah media paling indah seorang hamba berhubung denganRabbnya?
Melalaikan
shalat adalah kelalaian yang tiada terkira, maka upaya perbaikan diri harus
kita mulai dengan menegakkan shalat kita. Jadikan shalat sebagai warisan yang
paling berharga kepada anak dan cucu kita. Jangan sampai kita meninggalkan
dibelakang kita generasi yang menyia-nyiakan shalat.
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا
الشَّهَوَاتِ
“Kemudian
datanglah setelah mereka generasi yang mengabaikan shalat dan memperturutkan
hawa nafsu.” (QS. Maryam: 59)
Mari
perhatikan lafal-lafal adzan...
Hayya
‘alas shalah... Mari
menuju shalat...
Hayya
‘alal falah... Mari
menuju kemenangan...
Betapa
shalat adalah pembuka kemenangan...
Jika
sebagian ummat masih saja lalai dan menyia-nyiakan ibadah yang terpenting ini,
barangkali sudah saat kita menggemakan GERAKAN HAYYA ‘ALASH
SHOLAAH.
Setiap
kita perlu meningkatkan kualitas shalat kita, dan bagi yang belum disiplin
menegakkannya. Sudah saatnya kembali menikmati indahnya shalat, indahnya
bermunajat kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, Rabb yang telah menciptakannya.
Allahu
akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha
Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…
Di tengah
upaya perbaikan diri ini, cukup pantas mendapat perhatian kita adalah
kewaspadaan terhadap berbagai aliran sesat yang yang tidak membawa kepada umat
ini melainkan marabahaya dan berbagai kemudharatan, upaya perbaikan diri setiap
pribadi ummat sangat terganggu dengan berbagai pemikiran yang
menyimpang.
Betapa
tidak, di tengah upaya kita kembali kepada al-Qur’an, ternyata ada yang
mengatakan bahwa ada al-Qur’an lain yang berbeda dengan kita baca hari ini,
bahkan mereka menuduh bahwa al-Qur’an kita telah mengalami penyimpangan.
Di tengah
upaya kita kembali kepada As-Sunnah, ternyata ada yang mengatakan bahwa semua
sahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum– yang merupakan para periwayat
hadits-hadits Rasulullah kepada kita-telah murtad kecuali beberapa gelintir
saja.
Di tengah
upaya kita menjaga tatanan keluarga dan masyarakat, ternyata ada yang justru
memotivasi kalangan anak muda untuk melakukan nikah mut’ah alias kawin kontrak.
Dan tentu
saja kita tidak lupa, ada kelompok yang meyakini masih ada Nabi lain setelah
Nabi kita yang terakhir, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Wallahul
Musta’an Wa’alaihittuklaan...
Kaum
Muslimin hafidhakumullah
Semoga
perlindungan Allah selalu meliputi kita semua...
Dari
tempat yang mulia ini pula, di atas sepenggal bumi milik Allah kami serukan
ajakan kepada para pemimpin negeri ini -yang mendapat amanah untuk mengurus
sepenggal bumi itu beserta manusia-manusianya- mari kita bersama memperbaiki
diri-diri ini, karena keshalehan para pemimpin akan berbias pada
kepemimpinannya.
Marilah
kita tingkatkan rasa khauf (takut) kita pada Allah.
Mari kita berdamai dengan alam yang Allah karuniakan ini dengan menjalankan dan
menerapkan Syariat-Nya yang mulia dan indah,
karena sesungguhnya seluruh alam raya ini adalah makhluk-makhlukNya yang tunduk
pada ketentuan dan aturanNya.
Dan bagi
anda saudara kami para insan pers dan media, jadikan peran anda bagian dari
upaya perbaikan umat, jangan terperdaya dengan pragmatisme, apalagi upaya
terselubung menyudutkan dakwah Islam. Jadilah insan media yang menuntun dan
membimbing umat.
Allahu
akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha
Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd…
Dan wahai
para guru kami tercinta, para Ustadz dan pembimbing jiwa kami, kepadamulah
setelah Allah bergantung kejayaan umat ini, mari kita membangun dan terus
memperbaki diri, jangan kita terlalaikan dengan rutinitas dakwah
sekalipun. Janganlah kita bagaikan lilin, menerangi sekitarnya
lalu luluh dan meleleh.
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ
“Apakah
engkau menyeru manusia (melakukan) kebajikan namun melupakan
diri-dirimu.” (QS. Al-Baqarah: 44)
Lalu
kepada para pemuda harapan umat, pemikul tanggung jawab kini dan hari esok:
jadilah pemuda-pemuda beriman yang tangguh, tantangan menantimu di
hadapan, dengan beribu macam dan ragamnya. Bekali diri dengan ilmu syar’iy yang
cukup, karena itulah pelita sejati yang menerangi jalanmu yang penuh dengan
onak dan duri, Jadikan Al-Qur’an di dadamu, yang selalu menghembuskan ruh iman
dan taqwa.
Kobarkan
selalu semangat jihad dan perjuangan di dadamu, jangan pernah redup apalagi
padam. Jadilah pemuda mukmin sejati yang berani dalam kecerdasannya, dan cerdas
dalam keberaniannya.
Allahu
Akbar walillahil hamd...
Lalu
kepada engkau para ibunda kami, ummahat yang mulia, perbaikan umat ini
tergadaikan di tanganmu, kesalehanmu adalah kesalehan umat ini, dan ketergelinciranmu
adalah ketergelinciran umat ini, mari bersama untuk tiada henti
menata diri, Umat menanti uluran tanganmu yang lembut nan tegar membina
generasi yang sholeh dan teguh.
Engkaulah
benteng keluarga yang tangguh, dan setiap engkau wahai para bunda
adalah pelabuhan jiwa bagi setiap suami dan anandamu, senyummu adalah mentari
yang terindah buat mereka, sapaanmu adalah embun tersejuk yang membasahi jiwa
mereka, engkau ada untuk mereka.
Wahai
saudari muslimah yang mulia, muliakan dirimu dengan menutup auratmu.Kemuliaanmu
ada pada jilbab. Jaga kehormatanmu, karena engkaulah perhiasan terindah dunia
ini dengan kesalehanmu.
Wahai
para mujahidah sejati, jadilah wanita pilihan, jadikan jiwamu selembut dan
setegar Khadijah, cerdasmu bagaikan Aisyah, sabarmu bagaikan Maryam,
keteguhanmu seperti Nusaibah, setiamu bagaikan Fatimah. Dan
cita-citamu adalah cita-cita Aasiah yang doanya abadi dalam kitab Ilahi:
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Wahai
Tuhanku, buatkan bagiku sebuah rumah di sisiMu di dalam Surga.” (QS. Al-Tahrim:
11)
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, walillahil hamd…
Kaum
Mukminin Syarrafakumullah...
Setelah kita
menyelesaikan ibadah puasa sebulan penuh pada Ramadhan tercinta, Allah Azza wa
Jalla masih saja memuliakan kita dengan kesempatan menyempurnakan pahala puasa
kita senilai setahun penuh, dan itu “hanya” dengan menambahkan 6 hari berpuasa
di bulan Syawal, Sang Rasul tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ
الدَّهْرِ
“Barangsiapa
yang berpuasa ramadhan kemudian mengikutinya (dengan berpuasa) enam hari di
bulan Syawal, maka ia seperti telah berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Waktu
pelaksanaannya bisa dipilih di hari mana saja dari bulan syawal dan tidak harus
berturut- turut, dan bahkan sebagian ulama berpendapat bolehnya mendahulukan
puasa Syawal ini sebelum mengqadha’/mengganti puasa
Ramadhan. Semoga kita dapat memanfaatkan peluang emas ini, jangan sampai
tersia-siakan.
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd…
Di hari
penuh rahmat Allah, saat kebahagian memenuhi dada kita, keharuan menyelimuti
hati kita, mari kita tundukkan jiwa dan raga seraya memohon dan berdoa kepada
Rab yang kuasaNya tiada batas, yang RahmatNya meliputi segala sesuatu:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُحْمَد وَنَشْكُرُكَ
بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُشْكَر وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ فَإِنَّكَ
أَنْتَ أَهْلُ الْمَجْدِ وَالثَّناَءِ ، رَبَّناَ ظَلَمْناَ أَنْفُسَناَ ظُلْماً
كَثِيْراَ وَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَناَ
مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْناَ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَحِيْم
Alhamdulillah,
segala puji bagimu Ya Allah, atas anugerah kehidupan, atas nikmat kesehatan,
atas iman dan hidayah. Atas segala karunia yang mengucur terus tiada terputus.
Ya Allah,
hari ini, di tempat ini kami berkumpul, kami hamba-hambamu yang penuh noda dan
dosa ini menengadahkan jiwa mengharap limpahan kasih dan sayangmu.
Wahai Rabb
kami yang Maha Pengampun, sungguh Engkau mencintai ampunan dan permohonan
ampun, maka ampunilah kami dari segala dosa dan kesalahan.
Ya Allah
Engkaulah Tuhan kami, tak ada yang berhak disembah melainkan Engkau, engkaulah
Pencipta kami, dan kami pun akan selalu menepati janji terhadapMu semampu kami.
Kami berlindung padaMu dari buruknya apa yang kami kerjakan, kami akui segala
nikmat yang Engkau karuniakan pada kami, walau kami akui pula segala dosa dan
salah kami padaMu. Ampunilah diri-diri ini Ya Allah, karena tiada yang dapat
mengampuni semua dosa itu melainkan Engkau.
Ya
Allah… Ya Rabbana, Ya Allah… Ya Ilahana...
Engkau
Maha Tahu akan segala apapun juga, tak ada yang dapat bersembunyi dari
pengawasan-Mu. Bersihkanlah jiwa-jiwa kami dengan embun rahmat-Mu, bersihkanlah
dengan salju putih kasih-Mu, hingga jiwa ini kembali putih bersih bagai kain
putih yang terbersih.
Wahai Rabb
kami Yang Maha Perkasa, Wahai Rabb kami Yang Maha Bijaksana.
Jagalah
negeri kami dan setiap negeri kaum muslimin dari setiap marabahaya, dari setiap
fitnah dan bencana, jangan Engkau timpakan hukuman pada kami karena dosa-dosa
kami.
Ya Allah,
kedua Ayah Ibu kami adalah orang yang pertama kali berjasa kepada kami,
memperkenalkan kami kepada-Mu, merawat, mendidik dan membimbing kami dengan
penuh kesabaran, tak jarang airmata mereka tumpah karena ulah kami, Ya Allah
tak ada yang mampu kami berikan kepada mereka kecuali seuntai doa kepada-Mu
untuk mengampunkan kekhilafan dan kesalahan mereka, melimpahkan kasih sayang
dan rahmat kepada mereka, ampunkan mereka yang telah wafat, bimbing dan tunjukilah
mereka yang masih bersama kami dan jadikanlah kami orang yang mampu berbakti
kepada mereka sesuai tuntunan-Mu, Engkaulah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha
Mengabulkan Do’a.
Wahai Rabb
kami, Engkau Maha Tahu apa yang diderita saudara- saudara kami di berbagai
belahan bumiMu, Engkau Maha Tahu ya Ilaahana bahwa di tengah
desingan peluru, dentuman bom yang menggelegar, mereka tetap menyebut-Mu,
mereka tetap menyembah-Mu, mereka tetap menggelorakan seruan Laa ilaaha
illallah…
Ya Allah,
Rabb para mustadh’afin, penolong orang-orang tertindas, segerakan
pertolongan-Mu pada hamba-hamba-Mu yang beriman di Palestina, anugerahkan
ajaibnya kekuasaan-Mu buat para saudara kami di Syria, Enyahkan tirani kaum
sesat yang zalim dari negeri Syam yang mulia.
Ya
Allah, Ya Rabbana….Tak mungkin lepas dalam pengawasan-Mu, tak
mungkin hilang dari pengetahuanMu yang tiada berbatas apa yang diderita oleh
saudara kami di Burma, dengan kelembutan-Mu Ya Allah tolonglah mereka, basuhlah
setiap luka mereka dengan kasih dan sayang-Mu, runtuhkan segala angkara murka
dan kezhaliman dari negeri tumpah darah mereka. Hanya Engkau harapan kami…Ya
Rabb….
Duhai Rabb
kami yang Maha Penyayang, sayangilah para ustadz kami, para guru kami,
lindungilah mereka selalu dari segala marabahaya, tuntunlah langkah mereka
selalu di atas kebenaran, ampuni segenap khilaf mereka, berikanlah cahaya-Mu
yang dengannya mereka membimbing kami.
Allahumma…
Ya Allah, sungguh
kami hanyalah hamba-hambaMu, anak dari hamba-hamba-Mu jua, ubun-ubun kami di
Tangan-Mu, berlaku pada kami setiap ketentuan-Mu dan adil bagi kami putusan-Mu,
Ya Allah kami mohon pada-Mu dengan setiap namaMu, yang Engkau namakan diri-Mu
dengan-Nya, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan pada
seorang hamba-Mu, atau Engkau simpan dalam perbendaharaan ilmu ghaib-Mu, agar
Kau jadikan Al Qur’an penyejuk jiwa kami, cahaya dalam dada kami, pengusir
kesedihan kami, dan dengannya berlalu segala gundah-gulana kami.
Wahai Allah
yang menggenggam hati hamba-hambaNya, satukan hati ini dalam ketaatan pada-Mu,
himpunkan ia dalam cinta sejati karena-Mu, hilangkan segala benci dari
jiwa-jiwa beriman atas saudara-saudaranya, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang
bersaudara karenaMu dan hanya untuk-Mu.
Ya Allah Rabb
yang Maha Pemaaf, hiasi hati kami dengan kelapangan, kuatkan jiwa kami untuk
memberi maaf pada setiap saudara kami yang bersalah, karena Engkau Maha Tahu Ya
Allah dosa dan kesalahan kami pada-Mu.
Ya Allah
karuniakanlah pada keluarga dan anak-anak kami kesalehan yang menyejukkan
pandangan kami, hiasilah mereka dengan Al Qur’an di dada-dada mereka,
satukanlah kami di dunia-Mu ini dalam ketaatan dan himpunkan kami dalam
Surga-Mu yang kekal abadi.
رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ
وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ،
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ
_______________________
(Sumber : http://wahdah.or.id)