Sponsors

07 Agustus 2012

I'tikaf

I’tikaf adalah berdiam pada suatu tempat. Bagi orang yang beri’tikaf di masjid disebut dengan mu’takif atau ‘âkif.

I’tikaf disunnahkan di bulan Ramadhan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf selama 10 hari pada setiap Ramadhan. Di tahun wafatnya, beliau beri’tikaf selama 20 hari”. [Terjemah HR. al Bukhary]

Yang paling afdhalnya dilakukan di akhir Ramadhan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf sepuluh hari terakhir dari Ramadhan hingga Allah mewafatkannya. [Terjemah HR. al Bukhary dan Muslim]

Disebutkan juga bahwa beliau pernah beri’tikaf pada sepuluh terakhir di bulan Syawwal, mengqadha’ i’tikaf yang tidak beliau laksanakan di bulan Ramadhan. [Terjemah HR. al Bukhary dan Muslim]

Jika seseorang bernazar untuk beri’tikaf sehari atau lebih maka wajib baginya memenuhi nazarnya tersebut. Dari Umar ibnul Khattab bahwa ia berkata kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “Wahai Rasulullah, aku telah bernazar di masa Jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di al Masjid al Haram”.

Beliau bersabda : “Penuhi nazarmu tersebut!”. [Terjemah HR. al Bukhary dan Muslim]


Tidak Disyari’atkan I’tikaf kecuali di Masjid
 
Dengan dalil firman Allah Ta’ala : 

و لا تباشروهن و أنتم عاكفون فى المساجد 
Dan janganlah kamu campuri mereka (istri-istri) ketika kamu beri’tikaf dalam masjid”. [QS. 2 : 187]

Jumhur ulama berpendapat bahwa i’tikaf disyariatkan di setiap masjid dengan keumuman dalil ayat diatas walaupun terdapat perselisihan diantara mereka tentang status masjid tersebut masjid jami’ atau bukan.


Dibolehkan bagi Wanita beri’tikaf di Masjid

Dalam hadits Aisyah : bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh terakhir Ramadhan hingga Allah mewafatkannya, kemudian istri-istrinya tetap beri’tikaf setelahnya”. (Terjemah HR. al Bukhary dan Muslim].

Tetapi disyaratkan bagi i’tikafnya wanita tersebut dua hal : izin suaminya dan tidak ada fitnah pada i’tikafnya itu, baik fitnah untuk dirinya atau untuk laki-laki.


Kapan Bermula dan Berakhirnya I’tikaf?

Barangsiapa yang berkeinginan untuk beri’tikaf sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, maka yang sunnah adalah dia memasuki tempat i’tikafnya setelah shalat Fajar hari ke 21 sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini adalah pendapatnya Imam al Auza’i, al Laits dan ats Tsaury.

Sementara para Imam yang empat berpendapat bahwa orang yang beri’tikaf mulai memasuki tempat i’tikafnya menjelang terbenamnya matahari hari ke 20. Mereka menafsirkan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits bahwa beliau memasuki masjid di awal malam dan mulai bersendirian dalam kemahnya di masjid setelah shalat Fajar. Mereka juga mengatakan bahwa permulaan hari ke 21 itu dimulai saat terbenamnya matahari di hari ke 20.

Dengan dasar perselisihan itulah berbeda pula pendapat mereka tentang berakhirnya i’tikaf tersebut. Menurut pendapat pertama, orang yang beri’tikaf keluar dari tempat i’tikafnya setelah shalat Fajar di hari Ied, sementara pendapat kedua mengatakan ia keluar setelah terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadhan.


Apakah yang Membatalkan I’tikaf?

I’tikaf menjadi batal dan rusak dengan salah satu dari dua hal berikut ini :

a. Keluar masjid tanpa uzur syar’i dan tanpa keperluan yang sangat mendesak. Karenanya, tidak boleh keluar dari masjid kecuali untuk perkara yang tidak mungkin ditinggalkan seperti keluar untuk mendapatkan makan dan minum jika tidak didapatkan dalam masjid, atau keluar untuk buang hajat, mandi junub atau berwudhu’ jika tidak memungkinkan di masjid.

b. Bersetubuh. Para ulama bersepakat bahwa siapa yang menggauli istrinya di kemaluannya dan dia dalam keadaan beri’tikaf, dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan ingat dan sadar bahwa dia sedang beri’tikaf, maka saat itu i’tikafnya batal. Allah Ta’ala berfirman :

و لا تباشروهن و أنتم عاكفون فى المساجد

Dan janganlah kamu campuri mereka (istri-istri) ketika kamu beri’tikaf dalam masjid”. [QS. 2 : 187]

* Jika disyaratkan dalam niat i’tikafnya untuk keluar masjid dalam urusan tertentu, seperti misalkan dia mensyaratkan untuk keluar mengikuti jenazah atau untuk pekerjaannya di siang hari, maka sebagian besar fuqaha’ mengatakan bahwa syaratnya itu tidak bermanfaat baginya dan jika dia melakukannya maka i’tikafnya batal.


Apa saja yang Boleh dilakukan saat I’tikaf?
 
  1. Keluar masjid untuk sebuah hajat yang sangat perlu, seperti mencari makan jika tidak ada di masjid
  2. Menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang mubah, seperti bercengkerama dengan orang lain, mengantarkan tamunya sampai ke pintu masjid
  3. Istri mendatangi suaminya di tempat i’tikaf dan keduanya berduaan di tempat tersebut
  4. Membuatkan semacam tenda di bagian belakang masjid
  5. Menggunakan kasur tidurnya di masjid
  6. Meminang atau melakukan akad nikah bagi orang yang beri’tikaf
  7. Boleh bagi wanita yang mustahadhah untuk beri’tikaf dengan syarat menjaga agar jangan sampai darahnya mengotori masjid      

Diantara Adab-Adab I’tikaf

Sangat dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf untuk menyibukkan dirinya dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala seperti shalat, membaca al Quran, berzikir, beristighfar, berdoa, membaca tafsir, mempelajari hadits dan lain sebagainya.

Dan sangat dimakruhkan bagi seorang yang beri’tikaf menyibukkan dirinya dengan pembicaraan atau perbuatan yang tidak bermanfaat, menjadikan majlis i’tikafnya itu sebagai tempat berkunjung, bercanda dan memperbanyak pembicaraan dengan teman-teman duduknya. Hal seperti ini sangat jauh dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

______________________

Sumber :

Shahîh Fiqh as Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhîh Madzâhib al A-immah, II/150-158                    

0 tanggapan:

Posting Komentar