Sponsors

20 Juli 2012

Bagaimana Jika Kesaksian Tentang Hilal Ditolak Penguasa?

Dengan apa kepastian masuknya dan selesainya bulan Ramadhan? Apa hukumnya orang yang melihat hilal sendirian saat masuknya bulan tersebut atau selesainya?

******

Dijawab oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu :

Kepastian masuk dan selesainya bulan tersebut dengan kesaksian dua orang adil atau lebih, dan kepastian masuknya bulan itu juga dengan kesaksian satu orang saja. Karena telah sah hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

فإن شهد شاهدان فصوموا و أفطروا

Jika telah bersaksi dua orang saksi maka berpuasalah dan berbukalah![1]

Dan telah sah juga dari beliau bahwa beliau menyuruh manusia berpuasa dengan kesaksian Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma [2] dan dengan kesaksian seorang Arab Badui [3], dan sama sekali beliau tidak meminta kesaksian orang lain lagi –‘alaihi ash shalaatu wa as salaam.

Hikmah dalam persoalan ini –wallahu a’lam- untuk kehati-hatian dalam agama dalam persoalan masuk dan selesainya Ramadhan sebagaimana yang disebutkan para ulama.

Dan siapa yang melihat hilal sendirian saat masuk atau selesainya bulan tersebut dan kesaksiannya itu tidak diamalkan (ditolak dan tidak diterima oleh penguasa), maka dia berpuasa bersama manusia dan berbuka bersama manusia, dan tidak perlu dia mengamalkan kesaksian dirinya tersebut menurut pendapat yang paling benar dari pendapat-pendapat ulama dengan dalil sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

الصوم يوم تصومون، و الفطر يوم تفطرون، و الأضحى يوم تضحون

Shaum (puasa) adalah hari ketika kalian berpuasa, fithr (hari berbuka, ied) adalah hari ketika kalian berbuka (berhari raya) dan adha adalah hari saat kalian berkorban” [4]

******

Pendapat beliau mengenai hukum orang yang melihat hilal sendirian tersebut adalah salah satu pendapat dalam mazhab-mazhab fiqh Islam. Pendapat beliau tersebut adalah satu pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dengan dalil yang telah disebutkan, yang bermakna bahwa puasa dari raya tidak dilakukan kecuali bersama jamaah.

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa orang tersebut berpuasa dengan konsekuensi hilal yang telah dilihatnya dan berbuka dengan munculnya hilal Syawal secara sembunyi-sembunyi agar tidak menyelisihi jamaah kaum muslimin. Ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i, satu riwayat dari Imam Ahmad dan mazhab Imam Ibnu Hazm, semoga Allah merahmati mereka.

Pendapat ketiga menyebutkan bahwa orang tersebut berpuasa dengan konsekuensi hilal yang telah dilihatnya, dan dia tidak berbuka (ber-Idul Fitri) kecuali bersama manusia. Ini adalah mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan yang masyhur dari Imam Ahmad.

Demikian tiga pendapat para ulama yang ada dalam mazhab-mazhab fiqh Islam. Terlepas dari perbedaan pendapat mereka, tidak ada satu mazhab pun yang membolehkan menyelisihi jamaah kaum muslimin secara terang-terangan, apalagi sampai berani membuat puasa dan hari raya tandingan dengan bermodalkan “hisab”!!

Entah apa yang mereka inginkan dengan kebodohan seperti itu. Pastinya perbuatan mereka itu telah menyenangkan hati musuh-musuh Islam, menyerupai ahli bid’ah, menjatuhkan wibawa pemerintah, mencerai-beraikan kaum muslimin dan semakin melemahkan kekuatan umat Islam. Hanya kepada Allah kita mengadu akan kebodohan ini, wallahul musta’an!!

---------------------------

Footnotes :

[1]  HR. an Nasa’i (no. 2116) dan Ahmad dalam al Musnad (IV/ 321) dan liat pula Irwa’ al Ghalil (909)

[2]  HR. Abu Dawud (no. 2342), ad Darimi (no. 1698), Ibnu Hibban (no. 3447), al Baihaqi (IV/ 2120 dan lihat pula Shahih Sunan Abi Dawud (2053)

[3]  HR. Abu Dawud (no. 2341), at Tirmidzi (no.687), an Nasa’i (no. 2112) dan Ibnu Majah (no.1654)

[4]  HR. Abu Dawud (no. 2324), at Tirmidzi (no. 693) dan Ibnu Majah (no. 1661)

---------------------------

Sumber :

1. As-ilah Muhimmah Tata’allaq bi ash Shiyâm
2. Shahîh Fiqh as Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhîh Madzâhib al A-immah                

0 tanggapan:

Posting Komentar