Sponsors

15 Juli 2012

Jangan Mendebat Ahli Bid'ah

Diantara prinsip dasar yang diajarkan para ulama Salaf adalah menghindari perdebatan dengan Ahli Bid'ah. Perdebatan yang hanya akan memunculkan keraguan dalam keyakinan yang sudah tertanam kokoh dalam hati. Terlebih lagi, jika perdebatan tersebut dilakukan di hadapan khalayak ramai, maka itu hanya akan membuka pintu fitnah bagi orang-orang awam yang lemah dalam ilmu.

Ya, hati kita sangat lemah. Siapa yang menjamin bahwa kita akan selamanya berada diatas kebenaran. Sangat dikhawatirkan ketika kita membuka pintu perdebatan dalam perkara-perkara yang sudah jelas kebenarannya, hal itu justru akan melemahkan keyakinan kita dan tanpa sadar kita terseret kepada fitnah, walaupun hanya dengan sekedar mengagumi kehebatan Ahli Bid'ah dalam berdebat. Wa_l'iyâdzu bi_Llâhi.

******

Berkata Sahabat yang mulia, Abdullah Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, "Jangan kalian duduk bersama pengikut hawa nafsu (Ahli Bid’ah). Karena duduk bersama mereka akan membuat hati berpenyakit".

Berkata Amirul Mukminin fil-Hadits, Sufyan ats-Tsaury, "Barangsiapa memberikan pendengarannya kepada seorang Ahli Bid’ah sementara ia tahu orang itu adalah Ahli Bid’ah, maka akan dicabut dari dirinya ‘ishmah, dan ia diserahkan kepada dirinya sendiri".

Berkata Imam al-Auza’iy rahimahullahu, "Jangan berikan kesempatan kepada Ahli Bid’ah untuk berdebat, yang akan mewariskan keragu-raguan dalam hati-hati kalian".

Berkata Bakr bin Mudhar rahimahullahu : "Jika Allah menginginkan keburukan kepada suatu kaum, Dia menjadikan mereka sibuk dalam perdebatan dan mencegah mereka dari beramal". 

Berkata al Haitsam bin Jamil : Saya berkata kepada Malik bin Anas : "Wahai Abu Abdillah, seorang laki-laki memiliki ilmu tentang Sunnah; apakah dia berdebat untuk membela Sunnah tersebut?"

Beliau menjawab : "Tidak.. Akan tetapi dia menyampaikan Sunnah tersebut; jika diterima darinya (itulah yang diharapkan), jika tidak hendaknya dia diam".

******

Syaikh Dr. Ibrahim ar Ruhaili hafidzhahullahu pernah ditanya sebagai berikut :

"Fadhilatusy Syaikh hafidzhakumullah, dengan mempertimbangkan ilmu agama kami yang sedikit, apa yang kami lakukan jika ada seorang ahli bid’ah mengajak kami untuk berdebat pada masalah agama di hadapan manusia? Atau apa syarat-syarat menerima ajakan ini? Jazakumullah khairan".

Beliau menjawab :

"Na'am, dia tidak didebat! Jika dia mengajak debat di hadapan manusia dan seseorang (yang diajak debat) tidak mapan (dalam ilmu), maka tidak didebat! Bahkan jika pun seandainya kalian mapan dan dia mengajak kalian untuk debat dihadapan manusia, maka dia (ahli bid’ah tersebut) tidak didebat.

Karena banyak dari ahli ilmu yang melarang berdebat dengan ahli bid'ah di depan umum. Karena jika dia didebat di depan umum, dia akan melemparkan syubhat-syubhat dan akan sampai ke dalam hati sebagian orang-orang awam, dan engkau tidak mampu untuk mengeluarkannya dari diri-diri mereka.

Ahli bid’ah tidak didebat di depan umum dan dikatakan (kepadanya) : 'Kami tidak ragu terhadap agama kami.'

Sebagian orang sekarang ini menyangka bahwa jika seorang mubtadi' berkata : 'Debatlah aku!', lalu dijawab : 'Aku tidak akan mendebatmu di hadapan manusia'; ini menunjukkan kekalahan. Tidak! Tidak sepatutnya kita mendengar penilaian orang awam. Kita menilai agama kita sendiri. Biarkanlah orang-orang mengatakan 'fulan jahil', 'fulan tidak berilmu', akan tetapi yang penting adalah kita menjadi orang-orang yang berpegang teguh pada kebenaran.

Inilah jalan kami, inilah jalannya para Salaf. Kami tidak mendebat ahli bid’ah di hadapan umum. Dan perdebatan-perdebatan sekarang ini yang terjadi di saluran-saluran televisi, aku nasehatkan untuk tidak didengarkan, (karena) sesungguhnya hal tersebut merupakan fitnah.

Dan mereka yang mendebat ahli bid’ah, dari orang-orang yang menisbatkan diri kepada Sunnah, mereka tidaklah mengetahui jalannya para Salaf.

Dan jika tidak, jika mereka tahu, maka mereka tidak akan mendebat orang-orang (ahli bid’ah) itu. Ahlus Sunnah tidaklah mendebat Rafidhah dan tidak pula ahli bid’ah. Adapun orang dari kalangan mereka yang datang mencari kebenaran, maka ia dijelaskan kepadanya tidak di depan umum.

Oleh sebab itu Ibnu Baththah menyebutkan di dalam Muqaddimah kitabnya, bahwa ia berkata : 'Aku tidak mengetahui seorang pun yang didebat di depan umum lalu ia ruju' (kepada kebenaran)'.

Karena jiwa itu lemah, jika didebat di depan umum ia tidak akan ruju’, akan tetapi ia dinasehati dengan tersembunyi. Na’am".

(Diterjemahkan oleh Abu Shilah dari rekaman Dauroh Masyayikh Madinah di Kebun Teh Wonosari Lawang - Malang [17 - 22 Juli 2006], pada tanya-jawab Dars Ushulus Sunnah. File : 1_usulussunnah.mp3 menit ke 106:48 s/d 108:40)

Wallahu a'lam.

---------------------------------------

Referensi :

1. Al Wajîz fî ‘Aqîdah as Salaf ash Shâlih, Ahl as Sunnah wa al Jamâ’ah
2. Shahîh Jâmi’ Bayân al ‘Ilmi wa Fadhlih li Ibn Abdil Barr, hal. 348
3. www.tholib.wordpress.com              

0 tanggapan:

Posting Komentar