Sponsors

09 Desember 2012

Adakah yang Rela Keluarga Wanitanya Di-Mut'ah?

Mungkin pertanyaan diatas terkesan menjijikkan. Tapi, itulah faktanya dalam ajaran Syi'ah Imamiyah. Mereka melegalkan mut'ah terhadap para wanita. Kami tujukan pertanyaan ini kepada mereka. Semoga saja fitrah yang bersih dan akal yang sehat akan menjawabnya dengan jujur.

Berikut ini adalah testimoni seorang tokoh Syi'ah Bahrain yang telah bertaubat dan kembali kepada Islam. Semoga bermanfaat.

***

Syaikh Ali bin Muhammad al-Qudhaibi berkata :

Mut'ah, meski hal itu dibolehkan -bahkan dianjurkan- bagi kami sebagai pengikut Syi'ah, namun dalam jiwaku, aku merasakan ada sesuatu yang ganjil dalam nikah mut'ah sejak pertama kalinya. Bahkan sebelum kedua mataku melihat pada dalil-dalil pengharamannya. Bagiku, hal ini adalah sesuatu yang tertolak.

Bila aku mendengar seseorang yang mendiskusikan pembolehannya, aku merasa malu untuk berdialog bersamanya. Aku hanya bertanya padanya, "Apakah Anda menerimanya apabila itu terjadi pada saudarimu?" Lalu ia mengatakan "Tidak", dengan malu-malu. Bahkan terkadang, jawaban penolakannya disertai kemarahan.

Sebenarnya, nikah mut'ah adalah pembolehan sementara dalam kondisi darurat. Kemudian dalam banyak hadits yang telah jelas keshahihannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengharamkannya sampai Hari Kiamat. Anehnya lagi, dalam khazanah ilmiah klasik Syi'ah, Anda akan dapat menemukan riwayat-riwayat para imam Ahlul Bait yang dengan tegas menyatakan keharaman dan kekejian nikah mut'ah. Kemudian, Anda tidak akan mendapatkan respon atau reaksi dari pengikut kami terhadap riwayat-riwayat ini.

Abdullah bin Sinan berkata : Aku bertanya kepada Abu Abdillah mengenai mut'ah? Ia menjawab, "Jangan engkau kotori dirimu dengannya!"

Dari Ali bin Yaqthin, ia berkata : Aku menanyai Abul Hasan mengenai mut'ah? Ia menjawab, "Ada apa dirimu dengan hal itu? Allah telah mencukupi dirimu darinya!"

Dari hisyam bin al-Hakam, dari Abu Abdillah, ia berkata, "Mut'ah tidak dilakukan di kalangan kami, kecuali oleh orang-orang pendosa." [1]

Ath-Thusi meriwayatkan dalam al-Istibshar (III/142) dari 'Amr bin Khalid, dari Zaid bin Ali, dari ayah-ayah mereka dari Ali radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengharamkan daging keledai peliharaan dan nikah mut'ah."

Tidak ada jalan keluar dari riwayat-riwayat ini kecuali seorang (Syi'i) akan mengatakan; maksud dari riwayat ini kita tafsirkan kepada taqiyyah [2], karena riwayat itu bertentangan dengan mazhab-mazhab yang umum!

Dia akan menolak riwayat tersebut karena hal itu bersesuaian dengan keyakinan Ahlussunnah, kendati menurutnya riwayat tersebut adalah shahih!! [3]

-------------

Footnotes :

[1] An-Nawadir, Ahmad bin 'Isa al-Qummi, hal. 87

[2] Taqiyyah, yaitu mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang diyakininya dalam rangka untuk menyelamatkan diri dari orang yang tidak sepaham dengannya. Taqiyyah merupakan salah satu prinsip penting dalam ajaran Syi'ah Imamiyah

[3] Rabihtu ash Shahabah wa Lam Akhsar Aala al Bayt (Saya Beruntung dengan Para Sahabat, tanpa Harus Merugikan Ahlul Bait), Ali bin Muhammad al-Qudhaibi

0 tanggapan:

Posting Komentar